Someday in The Rain II
Diposting pertama kali di Sub-Forum Fanstuff KASKUS dan fanfiction.net.
Status: Tamat│Genre: Slice of Life, Sci-Fi, Romance (?)│Rating: Fiction M│Type: OneShot FanFic│Fandom: Suzumiya Haruhi Series│Language: Bahasa Indonesia│Word Count: 3.587 kata│Required
Knowledge: Suzumiya
Haruhi Series (episode 1-28), Suzumiya
Haruhi no Shoushitsu (movie).
Summary:
Suatu malam di bulan Desember dimana hujan
hampir turun seharian di Nishinomiya, Kyon dan Haruhi pulang sekolah bersama
menggunakan payung yang sama. Setelah berpisah dengan Haruhi di Stasiun Kōyōen,
Kyon mampir ke apartemen Nagato untuk mengembalikan sesuatu. Dalam pertemuannya
dengan Nagato, tanpa sadar Kyon mengucapkan sesuatu yang menjadi pemicu ‘mimpi
buruk’ yang dialaminya beberapa hari kemudian, tiga hari ‘mimpi buruk’ yang
dimulai dari tanggal 18 Desember.
Disclaimer:
Suzumiya Haruhi Series and all related characters, illustrations, etc. does not
belong to me. I do not own any rights, all rights belong to their respective owners.
There is no financial gain made from this fan-made fiction nor will any be
sought. This is for entertainment purposes only.
***
Someday in
The Rain II
Berbagi payung dengan seorang gadis dalam
perjalanan pulang sekolah di malam hari yang diguyur hujan. Benar-benar
terlihat seperti adegan yang biasa muncul dalam drama anak sekolahan di TV. Suatu
kebohongan besar jika aku tidak pernah memimpikan untuk mengalaminya. Dan saat
ini, aku sedang mengalaminya. Bukan lagi memimpikannya. Tapi, entah kenapa aku
merasa biasa saja [fn. 1].
“Apa kamu bilang sesuatu?” Haruhi tiba-tiba
bertanya.
“Tidak, tidak ada. Ah-Haruhi! Soal tadi, te-terima
kasih sudah menungguku.”
“Su-sudah kubilang, aku hanya menunggu
semuanya pulang. Aku tidak mungkin membiarkan ruangannya tidak terkunci, kan?
Selain itu, di luar juga sedang hujan,” kata Haruhi membalas ucapan terima
kasih-ku sambil memalingkan wajahnya.
Melihat Haruhi memalingkan wajahnya seperti
itu, aku bertanya-tanya, kemana perginya wajah yang dengan begitu riangnya
meledekku tadi. Setelah membuatku ‘hiking’
melewati rute ini dua kali hanya untuk sebuah pemanas ruangan, bisa-bisanya dia
memasang wajah seperti itu dan sempat membuatku kehujanan. Lebih parahnya lagi,
tidak kudengar kata ‘terima kasih’ keluar dari mulutnya. Ujung-ujungnya, malah
aku yang berterimakasih padanya.
...kemana perginya wajah yang dengan begitu riangnya meledekku tadi.
Namun sepertinya, ucapan terima kasihku tadi malah
membuat suasana menjadi canggung. Kecanggungan itu diperparah dengan sepinya
jalanan yang dilewati hingga menghanyutkan diriku dan Haruhi dalam kesunyian,
tanpa percakapan. Hanya suara air hujan yang menerpa payung, menyentuh aspal
dan atap bangunan lah yang terdengar. Meski sesekali, terdengar juga suara deru
mobil yang melintas.
“...”
Perjalanan tanpa obrolan pun terus berlanjut.
Tanpa kusadari, jembatan Ginsui-bashi [fn. 2] ternyata sudah terlewati. Haruhi hanya
terus berjalan sambil memegang kendali payungnya. Sesekali, bahuku dan bahunya
saling bersentuhan ketika berjalan. Sulit sekali rasanya mencari kalimat yang
pas untuk mencairkan suasana yang penuh dengan kecanggungan ini. Rasanya aku
ingin lari saja. Lari menuju stasiun, mengambil sepedaku dan langsung kukayuh
menuju rumah, tak peduli dengan hujan deras ini. Beruntung, sesuatu terlintas
di pikiranku.
Aku penasaran dengan apa yang dilakukan Haruhi
bersama yang lain ketika aku tidak ada.
“Oi, Haruhi.”
“Ada apa!”
“Saat aku membawakanmu pemanas, apa yang kamu
lakukan bersama yang lain? Kamu tidak berbuat sesuatu yang meresahkan, kan?”
“Meresahkan? Aku hanya bersenang-bersenang
dengan Mikuru-chan dan Koizumi-kun. Apa itu terdengar meresahkan bagimu?” Balas
Haruhi. Sepertinya, kuping Haruhi sedikit ‘kepanasan’ mendengar kata
‘meresahkan’.
Kata ‘bersenang-senang’ yang keluar dari mulut
Haruhi, terdengar seperti ‘penderitaan’ bagi diriku. Selain diriku, ada satu
orang lagi yang menderita ketika Haruhi menyebutkan kata ‘bersenang-senang’. Siapa
lagi kalau bukan maskot SOS-dan tercinta,
Asahina-san! Terbayang olehku Asahina-san yang sedang ‘teraniaya’ karena
perbuatan Haruhi. Asahina-san mungkin menderita sekali saat aku tidak berada
disisinya.
Maafkan aku, Asahina-san! Mulai sekarang aku
tidak akan melepaskan pengawasanku dengan mudah!
“Kyon-baka,
ada apa dengan wajahmu itu?!” Haruhi menyentak dan bayangan Asahina-san yang
teraniaya pun seketika menghilang dari lamunanku.
“Bukan urusanmu, aku hanya terpikir, apa itu
artinya ‘bersenang-senang dengan Mikuru-chan’? Kamu tidak memaksakan
Asahina-san untuk ber-cosplay yang
aneh-aneh lagi, kan?”
“Apa yang salah dengan itu!” Lagi, Haruhi
memalingkan wajahnya.
“Sudah kuduga. Jangan bilang kamu juga membuat
Asahina-san berpose a la gravure idol
untuk menjual film yang kamu buat itu?”
“Apa maksudmu dengan ‘film yang kamu buat’? Jangan
bicara seolah kamu tidak ikut membuatnya, Kyon!”
“...”
Tak bisa kubalas lagi. Di bagian kredit film
itu, namaku sangat jelas tertera disana. Tepatnya, terletak di samping tulisan
‘Bagian Logistik dan lain-lain’. Saat itu, aku tidak punya pilihan. Dibanding
membiarkan Haruhi dalam kemurungan yang dapat menciptakan closed space atau bahkan ‘dunia yang baru’, lebih baik aku
berkorban sedikit untuk meringankan pekerjaan Koizumi. Tapi, yang membuatku termotivasi
untuk menyelesaikan film itu adalah ucapan Taniguchi. Meskipun saat itu ucapannya
memang benar, aku tidak bisa menerima kalau kata-kata itu keluar dari mulut seseorang
seperti Taniguchi yang tidak melakukan apa-apa saat Festival Budaya.
Bicara soal film itu, aku berhasil meyakinkan
Haruhi mengenai film yang dibuatnya hanyalah sebuah fiksi setelah menyuruhnya menarasikan
disclaimer saat kredit film muncul. Terpikir
olehku, apakah cara yang sama bisa kugunakan untuk menghentikan hujan ini? Aku
hanya perlu meyakinkannya bahwa menurut ramalan cuaca, malam hari ini hujan
tidak seharusnya turun. Mungkin dia akan meragukan ramalan cuaca itu. Tapi,
kalau aku menambahkan sedikit kebohongan soal ‘adikku yang telah memasang Teru Teru Bōzu [fn. 3] di jendela
kamarnya’, tidak mungkin Haruhi tidak tertarik untuk mempercayainya.
Lupakan saja. Aku tak akan pernah mencoba
untuk mengatakan kebohongan seperti itu. Koizumi mungkin akan menyarankannya
jika dia berada disini saat ini.
Setelah kurang lebih setengah jam berjalan
kaki dari gerbang sekolah, akhirnya aku dan Haruhi sampai juga di depan Stasiun
Kōyōen [fn. 4]. Di depan Stasiun Kōyōen, rute perjalanan pulangku dan Haruhi akan
terpisah [fn. 5]. Haruhi akan menaiki kereta menuju stasiun yang paling dekat
dengan rumahnya. Sedangkan sepedaku, yang seperti biasa terparkir di parkiran
dekat stasiun, akan membawaku pulang ke rumah. Tapi sepertinya, aku harus
meninggalkannya kehujanan untuk hari ini.
“Hei, Kyon!” Haruhi tiba-tiba memanggilku dan
mengasongkan pegangan payung ke arahku.
Sambil menundukkan kepalanya, Haruhi berkata,
”bawa payung ini, hujan masih cukup deras!”
“Lalu, bagaimana denganmu?” Ucapku setelah
meraih gagang payung tersebut.
“A-aku sudah mengabari pamanku untuk
menjemputku di Stasiun Shukugawa [fn. 6]. Sepertinya, aku akan menginap di
rumahnya untuk malam ini.”
Di tengah ‘kesunyian’ perjalanan menuju
stasiun tadi, sempat kulihat Haruhi mengeluarkan ponsel Sony Ericsson
Premini-II Silver miliknya [fn. 7]. Sekilas, kulihat dia seperti mengetikkan
sesuatu dengan jempol kirinya. Sebuah pesan singkat. Ternyata, pesan singkat
itu ditujukan kepada pamannya.
Entah kenapa aku merasa lega setelah mengetahui
siapa penerima pesan itu.
“Kyon! Jangan sampai lupa! Hari Senin nanti,
kamu simpan lagi payungnya di ruang guru, mengerti! Kalau bisa, datang lebih
pagi! Jika tidak, Okabe akan menyadari payung miliknya sudah tidak berada di
tempat seharusnya!” Haruhi mengatakannya sambil menekan-nekan telunjuknya ke
dadaku.
Jadi payung ‘petugas sekolah’ ini ternyata kepunyaan
Okabe. Kukira dia benar-benar mengkhawatirkan anggota satuannya kehujanan.
Ternyata, gadis ini hanya tak mau bertanggungjawab atas payung yang
‘diculiknya’ dari Okabe. Tentu saja, aku tak sudi menggantikan Haruhi sebagai
‘penculiknya’.
“Oi oi! Kalau begitu, aku tidak mau
membawanya. Kamu saja yang bawa. Daripada harus merasakan dinginnya mandi pagi
di bulan Desember, kemudian harus berlari menanjak ke sekolah gara-gara payung
ini, lebih baik aku menunggu disini semalaman sampai hujan reda.”
“Baka!
Bagaimana kalau kamu terkena flu? Aku tidak akan membiarkan satu anggota pun
melewatkan agenda SOS-dan saat natal
nanti hanya gara-gara terkena flu!”
Jadi Haruhi merencanakan sesuatu saat natal
nanti.
“Kalau begitu, sebaiknya kamu berdoa saja agar
hujan mau berhenti untuk sementara waktu. Setidaknya, sampai aku sampai di
rumah!” Ucapku sambil mengembalikan payung itu kepada Haruhi.
“Hah?! Terserah padamu kalau begitu!”
Tanpa mengucapkan salam perpisahan, Haruhi memutar-balik
tubuhnya dan memasuki stasiun bersama payung milik Okabe. Setelah memintanya
berdoa agar hujan berhenti, aku tidak akan terkejut jika hujan benar-benar
berhenti ketika aku berjalan meninggalkan stasiun. Memintanya berdoa lebih baik
daripada menceritakan kebohongan tentang adikku yang memasang Teru Teru Bōzu, kan?
Hingga akhirnya, suara gemuruh air hujan yang
jatuh beriringan menimpa atap stasiun, perlahan mulai sunyi. Hujan pun
berhenti.
Kamu benar-benar berdoa ya, Haruhi?
Yare-yare.
***
Melihat hujan yang sudah mereda, aku mulai
berjalan meninggalkan stasiun. Aku sadar masih ada satu hal lagi yang harus kulakukan
sebelum pulang ke rumah.
Mengembalikan satu kardigan lain yang sudah menjaga
kehangatan tubuhku saat tertidur di ruangan klub ke pemiliknya.
Tadinya, aku tak berniat untuk
mengembalikannya, malah aku berniat untuk meninggalkannya begitu saja di
ruangan klub. Setelah Haruhi meminta kardigannya kembali, aku hanya
menggantungkan kardigan itu di kursi dimana aku tertidur. Tapi kupikir, aku tak
bisa meninggalkannya begitu saja di ruangan klub hingga hari Senin. Lebih
tepatnya, aku tak bisa membiarkan pemiliknya kedinginan saat pergi ke sekolah
di hari Senin. Meski sebenarnya, aku tidak yakin akan suatu hal.
Apakah dia bisa merasakan, bagaimana rasanya
kedinginan?
...aku hanya menggantungkan kardigan itu di kursi dimana aku tertidur.
Terlepas dari keraguan itu, tidak masalah
bagiku untuk mengantarkan kardigan ini ke pemiliknya saat ini juga. Lagipula, pergi
ke apartemennya hanya memakan waktu lima menit jika berjalan kaki dari stasiun
ini [fn. 8].
Jalanan dari stasiun menuju apartemennya tidak
jauh berbeda dengan jalanan yang kulewati dari sekolah ke stasiun, sepi. Hampir
tidak kutemukan pejalan kaki yang sedang melintas selain diriku. Kendaraan pun
jarang sekali terlihat melalui jalan ini. Mungkin hujan yang baru saja reda ini
menahan orang-orang untuk berpergian keluar.
Tidak terasa, langkah kakiku sudah membawa
diriku ke depan pintu utama apartemennya.
7-0-8. Setelah kutekan nomor-nomor itu,
wajahku kuhadapkan ke interkom yang terdapat di pintu masuk utama apartemen
[fn. 9].
“Yo, ini aku. Kamu meninggalkan kardigan
milikmu, kan?”
Pintu utama apartemen bergeser terbuka. Kemudian,
aku bergegas menuju lift dan menyentuh nomor lantai dimana apartemen 708
berada.
Ruangan lift di apartemen ini memiliki aroma
yang khas. Bukan aroma yang kusukai sebenarnya. Hawanya terasa dingin sekali
ketika memasukinya. Membuatmu ingin cepat-cepat keluar dari ruangan sempit yang
tertutup itu.
Ding.
Suara lift memberitahuku bahwa aku telah tiba
di lantai yang kutuju. Lega rasanya menghirup udara yang masuk dari sela-sela
pintu lift yang terbuka. Aku pun segera keluar berjalan dari lift menuju
apartemen 708. Dari lift menuju apartemen 708 hanya berjarak beberapa langkah
saja.
Tok-tok.
Melalui ketukan di pintu, aku memberitahu
penghuni apartemen 708 bahwa aku telah berada di depan pintunya.
“Yo, Nagato.”
“...”
Tanpa mengeluarkan suara, Nagato menyambut
kedatanganku setelah membukakan pintu apartemennya. Nagato hanya mengenakan
seragamnya, tak lengkap bersama kardigan berwarna cokelat yang biasa dipakai murid
SMA Kita saat musim dingin. Hal ini memastikan bahwa kardigan yang kubawa
benar-benar miliknya.
Nagato berbalik masuk. Aku mengerti apa yang
sedang dilakukannya. Tanpa mengeluarkan suara, dia menyuruhku untuk
mengikutinya.
“Na-Nagato, sepertinya aku hanya mampir untuk
mengembalikan kardiganmu saja. Jadi, tidak perlu repot untuk menyuruhku masuk,”
ucapku sambil mengeluarkan kardigan milik Nagato dari tas.
Tiba-tiba, suara hujan turun kembali
terdengar.
Mendengar ucapanku dan suara hujan yang turun,
Nagato kembali berbalik menghadapku, “masuklah. Dalam waktu 3.856 detik dari
sekarang, hujan ini akan reda.”
“Ba-baiklah,” ucapku sambil menyerahkan
kardigannya lalu mengikutinya masuk.
Aku tak meragukan ucapannya mengenai hujan yang
akan reda sekitar tiga ribuan detik lagi. Kukira, hujan tidak akan turun lagi
sampai aku tiba di rumah. Apakah berhentinya hujan tadi hanya kebetulan? Atau
jangan-jangan, pikiran rasional Haruhi telah kembali sehingga mematahkan perintah
‘berdoa’ yang tadi kusugestikan padanya dan ingin membuatku basah kuyup ketika
sampai di rumah. Beruntung, aku memutuskan untuk mampir ke apartemen Nagato terlebih
dahulu. Setidaknya, aku bisa berteduh hingga hujan reda.
Kulihat, ruangan apartemennya terlihat sama
dengan saat terakhir kali aku datang ke sini. Sejak pertama kali bertemu dengan
Nagato, ini adalah yang ketiga kalinya aku berkunjung ke apartemennya. Pertama,
saat Nagato mengungkapkan identitasnya sebagai Humanoid Interface di ruangan tengah apartemennya ini.
Kedua, saat Tanabata yang lalu, ketika aku dan
Asahina-san menjelajah waktu kembali ke tiga tahun yang lalu. Karena
Asahina-san ‘kehilangan’ TPDD-nya secara tiba-tiba saat itu, kami berdua
meminta bantuan Nagato untuk mengembalikan kami ke waktu asal. Bagi Nagato,
pertemuannya dengan diriku dan Asahina-san saat itu adalah yang pertama
kalinya. Masih teringat olehku, Nagato yang menyuruhku ‘tidur bersama’ dengan
Asahina-san di kamar khusus tamu. Dengan membekukan ruang dan waktu dari kamar
itu selama tiga tahun, Nagato berhasil mengembalikanku dan Asahina-san ke waktu
asal kami.
“Duduklah,” Nagato yang sudah mengenakan
kembali kardigannya mempersilakanku duduk, “hanya ada teh, tidak apa-apa?”
“Apa saja, tidak masalah,” balasku.
Duduk berduaan dengan Nagato sambil meminum
teh di meja ini mengingatkanku pada pertemuan pertamaku dengannya.
Setelah aku duduk, Nagato menuangkan teh
untukku. Seketika, kuhabiskan teh itu dalam sekali tegukkan. Nagato lalu
menuangkannya lagi. Lagi-lagi, kuhabiskan dengan satu tegukkan saja. Seolah tidak
mau membiarkan gelasku kosong, Nagato lalu menuangkannya lagi. Saat gelas
ketiga akan kuminum, aku menghentikan gelasnya tertahan di udara sebelum ujung
gelas menyentuh bibirku. Kutaruh kembali gelas itu di meja.
Rasa teh yang dibuat Nagato membuatku menahan
diri untuk meneguk gelas yang ketiga. Rasa teh yang dibuatnya mengingatkanku
akan rasa teh yang kubuat waktu itu. Waktu di saat Koizumi sempat-sempatnya menyebutkan
lelucon yang menyinggung Adam dan Hawa. Saat-saat dimana ‘dunia baru’ hampir
saja tercipta. ‘Dunia baru’ dimana hanya ada aku dan Haruhi saja di dalamnya.
Jika mereka tak memberiku petunjuk saat itu...
Terkenang akan ‘mimpi’ itu, tiba-tiba, aku
ingin mengeluarkan sesuatu yang telah mengganjal di pikiranku sejak saat itu.
“Nagato, mengenai kemungkinan terciptanya ‘dunia
yang baru’ beberapa waktu yang lalu, sebenarnya aku sadar sepenuhnya bahwa saat
itu aku tidak sedang bermimpi. Kamu tahu maksudku, kan? Saat itu, aku yakin
bahwa dunia yang baru benar-benar hampir tercipta. Berkat petunjuk darimu dan
yang lainnya, semuanya bisa kembali. Mengenai pesanmu yang muncul sebelum
petunjuk itu...”
“...”
Aku masih ingat kata-kata yang muncul pada
layar monitor komputer saat itu. Setelah Koizumi dengan wujudnya yang tidak
sempurna menghilang, Aku menyalakan komputer yang terdapat di ruangan klub,
sesuai dengan instruksi Nagato yang disampaikan Koizumi. Melalui komputer itu, Nagato
berkomunikasi denganku dari dunia yang lain. Nagato memberikan pesan padaku.
YUKI.N>
sleeping beauty_
Dan ‘sesuatu-yang-mengganjal’ di pikiranku itu
adalah pesan yang muncul beberapa saat sebelumnya.
YUKI.N>
Suatu kunjungan lagi ke perpustakaan akan_
Sebelum pesan itu lengkap, layar monitor berkedip
memunculkan pesan berikutnya. Seperti yang selama ini kukenal, Nagato selalu
mengutamakan yang lain dibanding dirinya. Nagato tahu pesan mana yang lebih
penting untuk disampaikan. Meski Nagato menilai pesan itu ‘tidak lebih penting’
dari petunjuk “sleeping beauty_” itu, aku sangat memahami maksud dari pesan
itu.
Dia menginginkanku untuk menemaninya lagi
berkunjung ke perpustakaan, jika aku berhasil kembali saat itu.
Kunjungan
ke perpustakaan? Oi Nagato, yang benar saja! Itu tidak seberapa dibandingkan
dengan apa yang telah kamu lakukan sebelumnya. Berkat petunjuk darimu, kamu
telah menyelamatkan dunia, Nagato! Terlebih untukku, kamu juga telah
menyelamatkan nyawaku dari terjangan pisau Asakura Ryoko! Aku berhutang banyak
padamu. Rasanya, kunjungan ke perpustakan berkali-kali pun tidak akan pernah
bisa membayarnya. Tapi, jika itu memang bisa sedikit melunasinya, maka akan
kulakukan dengan senang hati!
Tapi bodohnya, aku tak pernah mencoba ‘melunasinya’
sejak kulihat pesan itu. Lebih parahnya lagi, hutangku pada Nagato malah
semakin bertambah. Tak berselang lama dari kejadian itu, Nagato menyelamatkanku
dari Kamadouma raksasa. Kemudian,
menyelamatkanku dari ‘Mikuru beam’ yang bisa saja menembus mataku melalui lensa
kamera jika tak ditahan oleh tangannya. Aku tidak tahu, berapa kali lagi nyawaku
akan terselamatkan olehnya di masa depan.
“...mengenai pesanmu itu, ba-bagaimana kalau
besok kita berkunjung lagi ke perpustakaan, Nagato? Anggap saja kunjungan kali
ini sebagai ucapan terima kasihku atas petunjuk itu dan kardiganmu yang telah
menyelimutiku.”
“Tidak diperlukan. Kembalinya dirimu dan
Haruhi Suzumiya ke dunia ini saat itu, sudah sangat berharga bagi eksistensi
kami di semesta ini. Lagipula...”
Nagato berhenti sejenak,
“...kamu sudah pernah mengajakku ke
perpustakaan pada musim panas yang lalu.”
Hah? Tiba-tiba, pikiranku penuh dengan
kebingungan. Setelah mendengar ucapannya itu, aku merasa seperti seorang
penderita sindrom amnestik yang ditanya tentang suatu memori tertentu di masa
lalu. Aku sama sekali tidak ingat pernah mengajaknya pergi ke perpustakaan musim
panas lalu.
Tidak-tidak, sepertinya aku harus mengoreksi
kalimatnya. Tepatnya,
Aku tidak
ingat pernah mengajaknya pergi ke perpustakaan pada 15-ribu-sekian-kalinya-musim panas yang lalu-berulang.
“Na-Nagato, maaf, bisakah kau menjelaskannya?”
Sebenarnya, aku tidak mau menyinggung sedikit
pun soal pengulangan waktu yang hampir tak berujung itu. Saat itu, walau tak
terlihat di wajahnya, aku bisa sedikit merasakan bagaimana ‘bosannya’ Nagato.
Ya, aku yang berada disini adalah ‘diriku’ yang ke-15.532. Aku terkejut bisa
mengingat angka pasti dari pengulangan waktu tersebut. Aku bisa saja
menghentikannya lebih cepat. Tapi ‘diriku’, sebagai ‘pendahulu’ diriku yang
sekarang, tak bisa berbuat banyak di 15,531 pengulangan sebelumnya. Membiarkan
Nagato terjerembap ke dalam kebosanan. Itulah kenapa, aku tidak berani menatap
wajahnya saat ini sambil mengharapkan penjelasan darinya.
Kemudian, Nagato memulai penjelasannya.
“Pada pengulangan ke-2.391 dan 11.054, tidak
ada aktivitas ‘pergi ke festival Bon Odori’[fn. 10]. Oleh karenanya, aktivitas ‘membeli
Yukata’ di siang harinya tidak terjadi. Pada malam sebelumnya-“
“Aku mengajakmu ke perpustakaan?” Aku memotong
penjelasan Nagato.
“Ya”
“Dua kali dan kita berdua pergi ke
perpustakaan saat itu?”
“Ya”
“Jadi begitu ya...”
“...”
“Kalau begitu tidak adil, kan?” Kali ini aku mencoba
mengucapkannya sambil menatap langsung matanya. Kulihat tidak ada perubahan
apapun di wajahnya bila kubandingkan dengan saat aku masuk ke apartemenya.
“...”
“Tidak adil jika hanya kamu saja yang
mengingatnya, bukan? Kemudian, diriku juga belum merasa bahwa aku telah
berterimakasih padamu kalau begitu.”
“...”
“Jadi Nagato, biarkan aku mengajakmu pergi ke
perpustakaan esok hari!”
Kali ini aku beranjak dari tempat dudukku, mendekat
ke tempat duduknya. Lalu, kuraih kedua tangannya.
“Mungkin ini yang kesekian kalinya kamu
mendengar ajakan ini. Tapi kumohon, biarkan aku mengingat yang satu ini.
Biarkan aku berterimakasih padamu, Nagato! Jika kamu tidak mau menganggapnya
sebagai ucapan terima kasihku, anggap saja kunjungan perpustakaan kali ini sebagai
aktivitas klub sastra. Aku sebagai anggota klub sastra, kamu sebagai ketua
klub dan hanya kita berdua, tanpa SOS-dan. Bagaimana, Kaichou?”
“_”
Nagato tidak mengeluarkan sepatah kata pun. Aku
mulai melepas tangannya. Aku hanya bisa tertunduk melihat tangannya jatuh
perlahan kembali ke tempat semula.
“Baiklah,” Nagato memberikan jawabannya. Tidak
seperti biasanya Nagato menjawab pertanyaan dariku dengan jeda yang cukup lama.
“Baiklah, jam 8 besok pagi, aku akan menunggumu
di depan Stasiun Kōyōen.”
“Dimengerti.”
“Ah-satu lagi Nagato, bisakah kamu hentikan hujan
ini lebih cepat? Menunggu hujan ini reda selama lima puluh menit lagi terasa
lama bagiku,” ucapku sambil melihat jam dinding, mengingat ucapannya mengenai
perkiraan waktu berhentinya hujan tadi.
“...”
“Sepertinya, kamu tahu kalau aku hanya
bercanda kan, Nagato?”
Tentu saja aku hanya bercanda. Aku tidak lupa dengan
jawaban Nagato saat aku memintanya untuk menurunkan hujan ketika Haruhi memaksa
SOS-dan mengadakan latihan menghadapi
turnamen baseball. Melihat kondisi
Asahina-san, aku meminta Nagato merekayasa cuaca untuk menghentikan latihannya.
Nagato tidak menolak waktu itu, tapi dia mengingatkan akan efeknya yang dapat
merubah iklim untuk 50 tahun ke depan.
Aku tidak mau menyusahkan alam hanya untuk
diriku bisa melewatkan hujan reda dan pulang ke rumah secepatnya. Aku tidak
se-egois gadis yang saat ini mungkin sedang minum cokelat hangat di rumah
pamannya, yare-yare.
“Coba saja, saat berpisah di stasiun tadi, tawaran
gadis egois itu untuk membawa payung Okabe aku terima. Mungkin aku bisa
langsung pulang saat ini juga,” ucapku, keceplosan.
“Ada satu cara alternatif,” ucap Nagato,
tiba-tiba memberikan secercah harapan untukku agar bisa pulang lebih cepat. Sesuai
yang kuharapkan darinya, Nagato selalu mempunyai rencana alternatif dalam
setiap situasi.
“Apa itu?”
“Pembekuan ruang dan waktu serta komposisi
struktural ruangan,“ ucap Nagato, memberikan sedikit gambaran mengenai cara
alternatif yang dimaksud olehnya.
“Ku-kurasa, aku sedikit paham maksudmu,”
ucapku memahami cara yang dimaksud Nagato.
Menggunakan cara yang sama terhadap ‘diriku’
dan Asahina-san tiga tahun yang lalu. Kurang lebih, seperti itulah maksud dari
cara yang ditawarkan Nagato. Nagato akan membantuku melewati hujan agar ‘terasa
lebih cepat’. Singkatnya, aku akan dimasukkan ke dalam kamar yang akan
‘dibekukan waktunya’ oleh Nagato hingga hujan reda.
“Ada satu syarat yang harus terpenuhi.”
“Apa itu syaratnya?”
“Efisiensi.”
“Bisa kamu jelaskan lagi, Nagato?”
“Semakin besar dimensi suatu ruangan yang akan
dibekukan komposisi strukturalnya, semakin besar energi yang dibutuhkan.
Berlaku juga sebaliknya. Jadi-”
“Dengan kata lain, demi efisiensi, kita hanya
memerlukan ruangan yang paling kecil untuk dibekukan, benarkan?
“Ya. Jangka waktu pembekuan komposisi
struktural yang pendek sangat mendukung tercapainya efisiensi. Selain itu,
objek yang mengisi ruangan yang akan dibekukan, hanya dirimu seorang. Sehingga,
dimensi ruangan yang besar tidak diperlukan demi tercapainya efisiensi.”
“A-aku mengerti. Satu hal lagi yang ingin
kutanyakan soal syarat efisiensi ini. A-Apakah syarat itu diperlukan karena
kamu sedang kelelahan, Nagato?”
“_”
“Aku mengerti. Kamu tak akan menjawabnya.
Maaf, aku sudah banyak merepotkanmu untuk hari ini. Lalu, untuk ruangan yang
akan digunakan, ruangan mana yang paling kecil di apartemenmu ini, Nagato?
“...”
Tanpa mengucapkan apapun, Nagato menunjuk
ruangan yang dimaksud dengan telunjuknya. Perasaanku mulai tidak enak ketika
melihat ke arah yang ditunjukkan oleh Nagato. Ruangan yang ditunjuk oleh Nagato
adalah toilet. Jika terpikirkan jawabannya dari awal, aku tak akan pernah menanyakannya,
serius.
Toilet? Oi
Nagato, yang benar saja! Aku lebih memilih ‘dibekukan’ di lemari atau
benar-benar dibekukan di lemari es saja sekalian! Bukankah itu adalah cara ber-cyrostasis
yang paling efektif dan efisien?
Jika yang dilakukan Nagato saat ini adalah
suatu lelulon, maka dapat aku simpulkan bahwa semua Humanoid Interface memiliki selera humor yang buruk. Jangan sebut
ini stereotip terhadap mereka. Aku menyimpulkannya berdasarkan pengalaman
hidupku yang telah bertemu dua entitas Humanoid
Interface hingga saat ini.
“Baiklah Nagato, sebaiknya kita lakukan segera.
Aku ingin cepat pulang ke rumah.”
“Dimengerti.”
***
Esoknya, hari Sabtu, aku dan Nagato bertemu di
depan Stasiun Kōyōen sesuai rencana. Hanya saja, aku datang sepuluh menit lebih
telat dari yang seharusnya. Kulihat, Nagato mengenakan seragam musim dingin,
lengkap dengan kardigan yang baru kukembalikan padanya di malam sebelumnya.
Berangkat ke perpustakaan dari Stasiun Kōyōen,
kami pun menaiki kereta jalur Hankyu-Koyo menuju stasiun Shukugawa [fn. 11].
Kemudian, kami melanjutkan perjalanan menggunakan taksi ke Perpustakaan Umum di
Kawazoecho [fn. 12].
Tidak banyak yang kulakukan bersama Nagato di
perpustakaan. Aku hanya menemaninya mencari buku yang ia ingin baca. Sempat
kulihat Nagato membuka majalah berbahasa Inggris, Fantasy & Science Fiction,
edisi Maret 1959 [fn. 13]. Nagato benar-benar menyukai cerita yang bergenre
sains-fiksi, hanya itulah yang aku jadikan alasan yang menjawab ‘kenapa ia
memilih majalah itu’.
Selepas menemani Nagato, aku hanya
menghabiskan banyak waktuku menemani Shamisen, di ranjang tempat tidurku.
Dengan kata lain, aku tidur lebih lama di akhir pekan ini dibanding hari-hari
biasanya. Jangan salahkan kemalasanku. Salahkan udara dingin di bulan Desember yang
membuat diriku seakan tertelan oleh kasur ini. Terkadang, aku merasa iri
melihat Shamisen. Terlebih pada bulu-bulu yang dimilikinya.
Hari Minggu, aku keluar dari kamar hanya untuk
mandi dengan air hangat dan makan saja. Selebihnya, aku hanya berdiam di kamar,
lagi-lagi bersama Shamisen. Adikku beberapa kali masuk ke kamarku untuk bermain
dengan kucing jenis Calico itu. Rasa iriku terhadap Shamisen berbalik menjadi
‘rasa prihatin’, ketika melihat adikku yang bermain dengannya.
Malam harinya, seharusnya aku mengerjakan
pekerjaan rumah yang harus diserahkan besok pagi. Tapi, aku punya prioritas
lain. Aku harus menamatkan satu game yang
baru kupinjam dari Kunikida. Namun, pada akhirnya aku malah membaca manga sambil
berbaring di tempat tidur bersama Shamisen. Tanpa sadar, aku telah melakukan
satu hal yang luar biasa. Prokrastinasi atas prokrastinasi, suatu procrastiception!
Itulah hal yang kuingat dan kusadari sebelum
aku tertidur. Hingga akhirnya, mataku mulai terbuka dan pandanganku masih buram
ketika alarm jam weker berbunyi esoknya.
16 Desember.
Pagi itu rasanya sangat dingin, dingin sekali
seperti dilingkupi es. Saking dinginnya, jika kamu sengaja menjatuhkan pemahat
es, mungkin pemahat es itu akan memecahkan bumi hingga menjadi kepingan-kepingan
yang rapi [fn. 14].
-Tamat-
Referensi:
- Lihat monolog awal di episode “The Melancholy of Haruhi Suzumiya V” --> http://animetranscripts.wikispaces.c...miya+%E2%85%A4
- Jembatan yang Kyon lewati saat pergi-pulang sekolah --> http://www.panoramio.com/photo/98522030Google Maps --> https://www.google.com/maps/dir/%E7%...0!5i1?hl=en-US
- Boneka penangkal hujan. Lihat Teru Teru Bōzu --> https://en.wikipedia.org/wiki/Teru_teru_b%C5%8Dzu
- Jarak Nishinomiya Kita-High hingga Stasiun Kōyōen kurang lebih 2,1 km atau 26 menit berjalan kaki. Google Maps --> https://www.google.com/maps/dir/%E7%...0!5i1?hl=en-USKōyōen Station RL Location lihat Google Maps --> https://www.google.com/maps/@34.7609...i6656?hl=en-US
- AFAIK, alamat rumah Haruhi tidak pernah disebutkan. Jadi diasumsikan, Haruhi pulang menggunakan kereta.
- Supermarket dimana Haruhi dan SOS-dan bekerja sampingan untuk pamannya di arc “Endless Eight” berada di daerah Shukugawa. Diasumsikan, paman Haruhi tinggal di daerah Shukugawa.
- Lihat bagian trivia di http://haruhi.wikia.com/wiki/Someday_in_the_Rain
- Berdasarkan Google Maps, jarak tempuhnya 500m, 5 menit berjalan kaki. https://www.google.com/maps/dir/Koyo...9!3e2?hl=en-US
- RL location name: Kōyōen-Minami City House. Google Maps --> https://www.google.com/maps/@34.7588...i6656?hl=en-US
- Lihat episode 13 chronological order atau episode “Endless Eight II”. Nagato menyebutkan bahwa tidak ada aktivitas “pergi ke festival Bon Odori” pada pengulangan ke 2.391 dan 11.054. Lihat http://haruhi.wikia.com/wiki/Endless_Eight_II
- Google Maps --> https://www.google.com/maps/dir/Koyo...34.7421402!3e3
- RL location name: Nishinomiya-shi Public Library (西宮市立中央図書館). Google Maps --> https://www.google.com/maps/place/%E...1!1e1?hl=en-US
-
Edisi Maret 1959 terdapat cerpen –All You Zombies--, lihat https://en.wikipedia.org/wiki/All_You_Zombies
- Prolog film “Suzumiya Haruhi no Shoushitsu”, lihat http://animetranscripts.wikispaces.c...aruhi+Suzumiya
Someday in The Rain II
Reviewed by Kakikukico
on
Minggu, Januari 29, 2017
Rating: