The
Empty Box and the Zeroth Maria (Utsuro no Hako to Zero no Maria) │ Novel │ Volumes: 7 │ Author(s): Eiji Mikage
(Story), Tetsuo (Illustration) │ Genres: Action, Mystery, Drama, Horror, Romance,
School, Psychological, Thriller │ Status: Finished (Jun 2015) │ Sumber: MAL │
REVIEW
BEBAS SPOILER
Setelah tertunda beberapa bulan, akhirnya saya
berhasil menamatkan seri ini juga. Pada akhirnya, saya malah gatel untuk nulis
review singkat mengenai Utsuro no Hako
Zero no Maria. Awalnya, saya tertarik membaca novel ini gara-gara salah
satu ID di forum tempat saya nongkrong mengambil nama karakter dari series ini
(Kokone Kirino). Karena penasaran, saya pun mencari-cari dari mana nama itu
diambil dan ketemulah judul Utsuro no
Hako Zero no Maria (sering disingkat HakoMari).
Kemudian, yang membuat saya semakin penasaran
terhadap judul ini adalah ratingnya yang tergolong tinggi di MyAnimeList (MAL).
HakoMari (per postingan ini
di-publish) anteng di posisi #3 untuk rating Manga/Novel di MAL. Saya pun
‘termakan’ oleh rating itu untuk mencoba setidaknya satu volume. Lalu, apakah
saya menyesal membacanya? Apakah HakoMari
ini overrated? Sebelum saya jawab
melalui review, saya beberkan dulu
sinopsis-nya.
HakoMari
menceritakan bagaimana Kazuki Hoshino, remaja SMA yang menempatkan kehidupan
sehari-hari miliknya di atas segalanya, harus berhadapan dengan serangkaian
fenomena yang mengancam apa yang paling dihargainya tersebut. Fenomena-fenomena
tersebut dimulai dari seseorang yang mengaku telah berpindah-pindah sekolah ke
tempat dirinya bersekolah sebanyak belasan ribu kali, Aya Otonashi.
Salah satu ilustrasi di volume pertama.
Fenomena-fenomena tersebut melibatkan
orang-orang terdekat dari Kazuki, baik itu temannya sewaktu di SMP maupun SMA.
Fenomena yang mengancam kehidupan sehari-harinya Kazuki tersebut disebabkan
oleh ‘kotak’ yang mampu mengabulkan permintaan sang pemilik ‘kotak’. Dimana,
permintaan tersebut seringkali malah berakhir berlawanan dengan harapan sang
pemilik. Seringkali berakhir tragedi.
Ahh, sulit memang untuk meringkas cerita dari HakoMari tanpa spoiler. Jika sudah
membaca semuanya (atau sampai vol. 6 setidaknya), pembaca akan mengerti sepenuhnya
arti dari judul ‘The Empty Box and The
Zeroth Maria’. Judul tersebut memang meringkas seluruh cerita HakoMari yang berfokus pada bagaimana
Kazuki Hoshino yang ingin membawa Maria Otonashi (yang menyebut dirinya Aya
Otonashi) sebelum dia mengenal ‘kotak’ pengabul permintaan tersebut kembali, Maria
‘ke-0’ atau Maria dengan dirinya yang
sebenar-benarnya.
Maria dan Kazuki di ilustrasi volume 4.
Setelah tamat membaca HakoMari, yang paling awal terpikirkan oleh saya adalah, “di dunia
fiksi, kehidupan anak SMA bisa segelap ini, ya? Suram banget.” Remaja-remaja
usia belasan tahun harus sangat menderita (kebanyakan dari arc-nya) ‘hanya’
gara-gara cinta (monyet anak remaja labil). Rela mengalami penderitaan yang
sangat merusak rohani dan jasmani hanya gara-gara cinta. Yang bener aja. Dan ending-nya, meh, corny romance. Sedikit kecewa, tetapi ini mungkin cara Eiji Mikage
menggambarkan kelabilan anak SMA untuk urusan percintaan.
Terlepas dari hal di atas, saya salut dengan gaya
penulisan Eiji Mikage (bersama editornya). Meskipun saya terbiaskan karena
tidak membaca tulisan aslinya alias hanya melalui fanlation yang disediakan di Baka-Tsuki, saya benar-benar nyaman
dengan gaya penulisan Eiji yang unik.
Bisa dibilang, penulis HakoMari benar-benar cerdik dalam menarasikan ceritanya.
PoV dalam HakoMari yang tidak konsisten mungkin kurang baik jika dilihat dari segi literatur.
PoV dalam HakoMari yang tidak konsisten mungkin kurang baik jika dilihat dari segi literatur.
Contoh ketidakkonsistenan PoV di volume 1:
1,050th time
“Aya Otonashi,” utters the transfer student without even looking at us, seemingly bored beyond belief.
13,118th time
I look at transfer student Aya Otonashi, whose name I don’t yet know, standing on the platform.
Narator tidak menyadari pengulangan ke berapa yang sedang ia alami. Angka pengulangan tersebut hanya mungkin disebutkan jika diceritakan dari 3rd person PoV. Ketidakkonsistenan ini pun terdapat di volume terakhirnya. Kemudian,
◆◆◆ Daiya Oomine - 09/11 FRI 22:00 ◆◆◆
...That’s what the records say, at any rate...
Keterangan waktu dan siapa yang sedang bernarasi di atas tentu seperti cerita yang menggunakan 3rd person PoV, bukan?
Namun, disinilah kecerdikan Eiji Mikage dengan gayanya sendiri ‘bermain-main’
bersama pembacanya. Penulis menggunakan 1st person PoV dari banyak karakter.
Sesuai dengan genre misterinya, alur HakoMari
membuat saya terkecoh beberapa kali. Sulit untuk bisa menebak apa yang akan
terjadi kemudian dan siapa yang menjadi pemilik ‘kotak’ yang sedang memproses
keinginannya. Jujur saja, dugaan saya hampir salah semua ketika membaca ini. Mind game dari HakoMari juga benar-benar
dikemas dengan baik.
Daya tarik lainnya, mungkin creepiness-nya yang sangat terasa. Kesan
suram tulisannya melalui pembunuhan, mayat, darah, isi otak dan perut yang
berhamburan, nudity dan lain sebagainya
mungkin menjadi daya tarik tersendiri bagi sebagian orang. Untuk Karakterisasinya
tidak buruk. Saya sedikit mengerti setiap hal yang melatarbelakangi setiap
perilaku dan sifat dari tiap karakternya. Dari karakter-karakternya lah unsur
psikologinya terasa kuat.
Kesimpulan
saya, HakoMari merupakan bacaan yang sangat unik. Jika saya seorang penulis naskah
anime atau film, mungkin saya akan sangat kesulitan untuk mengadaptasi HakoMari tanpa menghilangkan sentuhan
khasnya. Tersusun rapi, seolah-olah Eiji Mikage emang benar-benar sudah
menyiapkan semua ceritanya dari awal meski terdapat jarak dua tahun terbit dari
volume lima ke enam dan enam ke tujuh. Tetapi, untuk menyebut HakoMari sebagai masterpiece, saya takut kalo saya menyesal di kemudian hari. Rating
di MAL terkesan overrated buat saya. Jika
harus menyebutkan volume HakoMari favorit
saya, pilihannya jatuh pada volume 6 dan 7 (tanpa epilog).
Light Novel Review: HakoMari
Reviewed by Kakikukico
on
Rabu, Januari 25, 2017
Rating:
Tidak ada komentar: